Senin, 31 Januari 2011

Peranti Mnemonic

Definisi Peranti mnemonik

Peranti mnemonik (umunya dikenal metode menghafal ‘jembatan keledai’) adalah teknik-teknik khusus untuk membantu mengingat daftar kata-kata (Best, 2003). Pada intinya, peranti-peranti ini menambahkan makna kepada daftar item-item lain yang tidak begitu bermakna atau yang gamang.

Teknik-teknik Peranti mneumonik

  • Pengelompokkan kategorisasi

Adalah teknik dengan cara mengorganisasikan daftar item menjadi seperangkat kategori. Contoh, jika kita perlu mengingat untuk membeli apel, susu, roti bagel, anggur, yogurt, roti gulung, keju swiss, sitrus dan selada, kita bias mengingat lebih baik dengan mengkategorikan item-item ini berdasarkan kategorinya: buah-apel, anggur, sitrus; produk susu-susu, keju swiss, yogurt; roti-roti bagel, roti gulung; sayur-selada.

  • Imajinasi interaktif

Adalah teknik dengan cara menciptakan imajinasi interaktif yang mengaitkan kata-kata yang terisolasi dalam sebuah daftar. Contoh, kita perlu mengingat sebuah daftar berisi kata-kata yang tidak berkaitan seperti: babi afrika, meja, pensil, buku, radio, Kansas, hujan, listrik, batu, cermin. Kita bias mengingat dengan cara menciptakan imajinasi-imajinasi interaktif, seperti kita membayangkan seekor babi afrika ssedang duduk di atas meja sambil memegang pensil dicakarnya dan menulis sebuah buku, pada waktu wujan membasahi seluruh Kansas, di dekat gundukan tanah di mana radio bertengger di atas batu, dan membangkitkan percikan listrik yang terpantul di dalam cermin

  • System birama

Merupakan teknik dengan cara mengasosiasikan setiap kata baru dengan daftar kata yang sudah diingat sebelumnya, dan membentuk imajinasi interaktif di antara dua kata tersebut. Contoh, untuk mengingat daftar kata-kata yang sama dengan contoh diatas bias menggunakan daftar birama yang biasaa digunakan saat mengasuh anak: one is a bun, twois a shoes, three is a tree, four is a door, five is a hive, six is a stick, seven is a heaven, eight is a gate, nine is a dime, dan ten is a hen. Kita menggunakan daftar kata-kata tersebut lewat system imajinasi interaktif, sehingga divisualisasikannya: one babi afrika sedang makan bun yang lezat, two sepasang shoes berada di atas meja. Three sebatang tree memiliki ujung runcing seperti pensi, dan seterusnya.

  • Metode tempat

Adalah teknik dengan cara memvisualisasikan berjalan di wilayah dengan pemandangan berbeda-beda dan sudah dikenal, lalu mengaitakan beragam pemandangan itu dengan item-item yang harus diingat. Contoh, ketika kita perlu mengingat sebuah daftar kata-kata, bayangkan secara mental anda berjalan melewati setiap pemandangan yang berbeda, lalu kaitkan setiap kata yang harus diingat dengan salah satu dari pemandangan tersebut. Bayangkan imaji interaktif antara kata baru dan pemandangannya. Missal, kita ingin mengingat item-item seperti diatas, anda mungkin bias membayangkan babi afrika sedang memakan akar-akar sebuah pohon, sebuah meja yang terletak disamping jalan, patung berbentuk pensil ditenga-tengah air mancur dan seterusnya. Ketika kita ingin mengingat daftar kata itu, lakukan perjalan mental dan ingatlah kata-kata yang berkaitan dengan setiap pemandangan yang dibayangkan disepanjang perjalanan mental kita itu.

  • Akronim

Adalah teknik dengan cara membentuk sebuah kata dari susunan huruf-huruf tertentu, yang setiap hurufnya mewakili konsep dan kata yang lain. Contoh, kita menggunakan huruf-huruf tertentu sebagai singkatan daari sebuah konsep atau kata yang lebih panjang. Misalnya, UK atau United Kingdom.

  • Akrustik

Merupakan teknik dengan cara membentuk sebuah kalimat dan bukannya kata aatau huruf tunggal untuk membantu anda mengingat kata-kata baru. Contoh, siswa sekolah musik yang sedang berusaha mengingat data yang terdapat disebuah baris nada (untuk nada-nada tinggi, khususnya E, G, B, D dan F diatas nada C sedang), bias mengingat rangkaian seperti “Every Good Boy Does Fine.”

  • System kata kunci

Merupakan teknik dengan cara membentuk imajinasi interaktif yang mengaitkan bunyi dan makna kata berbahasa asing dengan bunyi dan makna kata yang sudah dikenal. Contoh, kita perlu mengingat kata ‘butter’ yang dalam bahasa prancisnya adalah Beurre. Pertama, kita perlu memperhatikan jika bunyi kata ‘beurre’ mirip bunyi ‘bear’ berikutnya kita bisa mengaitkan kata kunci bear dengan butter dalam imaji atau kalimat. Missal, kita bisa memvisualisasikan ‘bear’ sedang makan ‘butter’. Berikutnya, ’bear’ menyediakan sebuah petunjuk pengingat bagi ‘beurre.’


Referensi:

Sternbrg, RJ. Psikologi Kognitif edisi 4 (cognitive psychology) 2008. Pustaka Pelajar : Yogyakarta


Jenis-jenis Ingatan

Atkinson & Shriffin (1968, dalam Passer & Smith 2007; Lahey, 2007; Reed, 2007) mengembangkan suatu tahapan ingatan yang dikenal dengan Three-Stage Model of Memory yang membagi ingatan manusia atas 3 komponen utama,yaitu :

a. Ingatan Sensori (Sensory Memory)

Proses penyimpanan ingatan melalui jalur saraf-saraf sensori yang berlangsung

dalam waktu yang pendek. Informasi yang diperoleh melalui panca indera(penglihatan, perabaan, penciuman, pendengaran, dan pengecapan) hanya mampu bertahan selama 1 atau 2 detik (Brown, 1987). Pernyataan ini didukung oleh Rathus (2007), yang menyatakan bahwa informasi yang pertama kali kita terima dari lingkungan dan diperoleh melalui panca indera hanya mampu bertahan 1 detik. Informasi yang diterima dengan indera penglihatan hanya mampu bertahan seperempat detik (Santrock, 2005).

b. Ingatan Jangka Pendek (Short Term Memory)

Suatu proses penyimpanan ingatan sementara. Ingatan jangka pendek disebut

juga working memory karena informasi yang disimpan hanya dipertahankan

selama informasi masih diperlukan. Jika informasi tidak diulang kembali dalam

kurun waktu 30 detik, maka informasi pada ingatan jangka pendek akan

menghilang (Santrock, 2005).

c. Ingatan Jangka Panjang (Long Term memory)

Suatu proses penyimpanan informasi yang relatif permanen. Reed (2007) membagi ingatan jangka panjang menjadi 3 jenis, yaitu :

1) Ingatan Prosedural (Procedural Memory)

Ingatan akan tindakan, keterampilan, dan operasi yang telah dipelajari, misalnya, individu mengetahui cara untuk bersepeda walaupun ia telah lama tidak bersepeda.

2) Ingatan Semantik (Semantic Memory)

Ingatan yang berisi pengetahuan umum mengenai makna suatu hal, misalnya, individu mengetahui makna kata “terbang"

3) Ingatan Episodik (Episodic Memory)

Ingatan akan kejadian maupun pengalaman yang spesifik, mengetahui kapan dan di mana kejadian maupun pengalaman tersebut terjadi, misalnya, individu mengetahui kapan dan di mana ia melangsungkan pernikahannya walaupun kejadian tersebut telah berlalu 20 tahun.

Lahey (2007) menggolongkan ingatan semantik dan episodik ke dalam ingatan deklaratif (declarative memory). Secara ringkas, pembagian ingatan jangka panjang dapat dilihat pada figur.

Teori Kepribadian, Alfred Adler



Seperti Freud, Alfred Adler juga lahir di Austria, 14 tahun setelah Freud - pada tahun 1870. Ia memperoleh gelar dokter pada tahun 1895. Setelah periode singkat sebagai dokter mata, dia berlatih psikiatri, bergabung dengan Freud lingkaran Wina dari perusahaan asosiasi. Adler sangat independen bahkan seorang pemberontak, Adler memisahkan diri dari Freud setelah 10 tahun dan memulai gerakan psikoanalitiknya sendiri, yakni Individual Psychology.

Kontribusi Adler telah mengalami nasib ironis. Banyak dari apa yang dia katakan telah menjadi begitu luas diterima, dan tampak masuk akal, yang telah dimasukkan ke dalam ide-ide dan istilah sehari-hari, kebijaksanaan biasa yang kita miliki tentang psikologi intuitif. Beberapa konsep-konsep ini begitu umum. Namun demikian, popularitas ide-ide Adler membuat mereka sedikit berbeda, mereka tetap penting, bahkan dalam pemikiran kontemporer tentang kepribadian.

Hal ini sering dikatakan bahwa setiap teori kepribadian menangkap kepribadian terbaik dari teori yang dibuat. Masa kanak-kanak Adler sendiri ditandai dengan penyakit kronis dan bermusuhan dengan lima saudara kandungnya. Menariknya, kedua tema – tubuh yang lemah - tidak berdaya, dan persaingan saudara - menjadi konsep sentral dalam teorinya. Bagi Adler, manusia itu lahir dalam keadaan tubuh yang lemah, tak berdaya. Kondisi ketidakberdayaan itu menimbulkan perasaan inferiorita dan ketergantungan kepada orang lain. Kerentanan biologis ini menjadi akar keadaan psikologis yang bertahan dalam diri seseorang dan yang sentral dalam teori Adler; perasaan rendah diri.

Bagi Adler, kehidupan manusia dimotivasi oleh satu dorongan utama – dorongan untuk mengatasi perasaan inferior & menjadi superior. Jadi tingkah laku ditentukan utamanya oleh pandangan mengenai masa depan, tujuan dan harapan kita. Didorong oleh perasaan inferior, dan ditarik keinginan menjadi superior, maka orang mencoba hidup sesempurna mungkin.

Inferiorita bagi Adler berarti perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, walaupun ada dua unsure membandingkan kemampuan khusus diri dan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman. Superiorita, pengertiannya mirip pengertian transendensi sebagai awal realisasi diri Jung, atau aktualisasi dari Horney dan Maslow. Soperiorita bukan lebih baik disbanding orang lain atau mengalahkan orang lain, tetapi berjuang menuju superiorita berarti terus menerus berusaha menjadi lebih baik – menjadi semakin dekat dan semakin dekat dengan tujuan final.

Perasaan inferiorita ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup sebagai makhluk yang kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan ini terus muncul ketika orang menghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus diselesaikan. Perasaan ini justru menjadi sebab semua perbaikan dalam tingkah laku manusia. Anak yang belajar bermain skate merasa inferior sampai ia betul-betul mahir. Orang tua yang mendapat promosi merasa inferior pada posisi barunya sampai dia memahami bagaimana menangani tugasnya. Setiap tugas baru memunculkan inferiorita yang dapat diredakan ketika orang itu mencapai tingkat berfungsi yang lebih tinggi.

Kondisi-kondisi khusus seperti kelemahan organic/cacat, pemanjaan dan pengabaian – mungkin dapat membuat orang mengembangkan kompleks inferiorita (inferiority complex) atau kompleks superiorita (superiority complex). Dua kompleks ini berhubungan erat. Kompleks superior selalu menyembunyikan – atau kompensasi dari – perasaan inferior, sebaliknya kompleks inferior sering menyembunyikan perasaan superiorita. Misalnya, orang yang congkak dan sombong dan berusaha menguasai orang lain yang dalam hal tertentu lebih lemah darinya, mungkin menunjukan kompleks superiorita. Sesungguhnya, orang itu justru tersiksa dengan perasaan tidak mampu, tetapi dengan cara tertentu menarik perhatian dan mendorong orang lain mengitarinya, agar dia dapat berlagak superior. Orang yang terus menerus depresi dan takut mungkin mengembangkan alas an untuk tidak berusaha maju dan karena itu dapat memperoleh layanan special dari orang lain. Orang ini mungkin sebenarnya merasa barhak atas layanan itu karena adanya perasaan superioryang tersembunyi dan keyakinan bahwa semua kesulitan itu sesungngguhnya bukan karena salahnya.

Referensi : Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Perilaku Menyontek (Cheating)




Pengertian Perilaku Menyontek

Bower (1964) mendefinisikan “cheating is manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure),” yang berarti menyontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis.

Deighton (1971) juga mendefinisikan “Cheating is attempt an individuas makes to attain success by unfair methods.” Yang berarti, cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.

Cheating dalam tugas akademik meliputi susunan yang bermacam-macam dari fenomena psikologis, meliputi pembelajaran, perkembangan, dan motivasi. Fenomena ini merupakan inti dari psikologi pendidikan.

Berdasarkan perspektif pembelajaran (learning), cheating merupakan sebuah strategi yang (membuat kita berpikir pendek) berfungsi seperti cognitive shortcut. Di mana pembelajaran yang efektif seringya menggunakan pengaturan diri dan strategi kognitif yang kompleks, cheating menghalangi pemakaian strategi tersebut. Dengan demiian dapat disimpulkan bahwa pelajar yang memilih untuk cheating dikarenakan mereka tidak mengetahui bagaimana menggunakan strategi pembelajaran efektif atau sederhanyanya karena mereka tidak ingin menghabiskan waktu untk menggunakan strategi tersebut.

Berdasarkan perspesktif perkembangan, cheating dapat muncul dalam kuntitas dan kualitas yang berbeda tergantung dari level perkembangan kognitif, sosial dan moral siswa. Di mana cheating cenderung sedikit muncul pada anak-anak daripada remaja (Miller, Murdock, Anderman, Poindexter), pernedaan perkembangan ini karena adanya perubahan pada kemampuam kognitif siswa dan struktur sosial dari konteks pendidikan di mana anak-anak dan remaja berinteraksi.

Berdasarkan perspekstif motivasi, cheating muncul karena adanya alasan tertentu dari siswa yang bersangkutan. Beberapa siswa mencontek karena mereka sangat fokus pada extrinsic outcomes seperti rangking, siswa lain mencontek karena mereka fokus dengan menjaga kesan untuk diri mereka sendiri atau untuk teman-teman mereka, kemudian siswa yang lain mencontek karena kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan diri dalam menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks atau juga karena sifat yang telah berkembang di diri mereka.

Dari definisi dan pengertian menyontek di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menyontek adalah sebuah strategi yang (membuat kita berpikir pendek) berfungsi seperti cognitive shortcut dengan cara-cara tidak jujur yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan akademik dan menghindari kegagalan akademik.

Faktor-Faktor Perilaku Menyontek

Di dalam buku Pychology of Academic Cheating di jelaskan bahwa perilaku menyontek ini berhungan dengan variabel situasi yang ada, motivasi, moral, dan faktor-faktor perkembangan.

Sementara itu dari hasil survey di litbang Media Group yang dilakukan 19 April 2007, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menyontek adalah:

· Teman dan Sanksi ( faktor lingkungan)

Dari hasil survey litbang Media Group yang dilakukan 19 April 2007, ditemukan bahwa penyebab lingkungan ternyata lebih besar peranannya dalam memunculkan tindakan menyontek peserta didik. Yang termasuk penyebab lingkungan adalah teman dan hukuman.

Ketika ditanya berapa banyak teman responden dulu yang menyontek, mayoritas responden survei litbang Media Group yang dilakukan 19 April 2007 (46%) menjawab banyak. Jumlah yang menjawab sedikit juga tidak berbeda jauh, ada 44 persen. Sedangkan yang menjawab tidak ada hanya tujuh persen saja.

Hasil uji Chi-Square antara jawaban ini dengan jawaban pada pertanyaan pertama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara responden yang men- jawab pernah menyontek dengan yang tidak pernah menyontek. Responden yang mengaku pernah menyontek menilai banyak teman mereka yang menyontek. Sedangkan responden yang mengaku tidak pernah menyontek menilai hanya sedikit atau bahkan tidak ada teman mereka yang menyontek. Artinya, tindakan menyontek amat dipengaruhi oleh teman. Jika teman menyontek, maka peserta didik juga akan menyontek. Sebaliknya, jika teman tidak menyontek atau hanya sedikit yang menyontek maka peserta didik juga cenderung tidak akan menyontek.

Selain teman, tindakan menyontek juga disebabkan lemahnya pemberlakuan sanksi. Mayoritas responden survei (66 persen) melihat bahwa guru atau dosen hanya memberikan hukuman yang lemah seperti menegur atau meminta ujian ulang peserta didik yang ketahuan menyontek (lihat Grafik 3). Hanya sedikit guru atau dosen yang memberi hukuman berat seperti membatalkan kelulusan peserta. didik (15 persen). Pengujian dengan Chi-Square antara jawaban ini dengan jawaban pada pertanyaan pertama juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara responden yang menjawab pernah menyontek dengan yang tidak pernah menyontek. Responden yang mengaku pernah menyontek menilai

hukuman yang diberikan pada peserta didik yang ketahuan menyontek ringan, tidak tentu, atau bahkan tidak ada hukuman sama sekali. Sedangkan responden yang mengaku tidak pernah menyontek cenderung menjawab hukuman yang diberikan pada peserta didik yang ketahuan menyontek berat

atau tidak tentu.

· Tekanan Tinggi

Menyontek biasanya dilakukan siswa dalam ujian ataupun mengerjakan tugas yang mana kedua hal tersebut mempengaruhi nilai rapor ataupun lulus tidaknya seseorang dalam ujian. Hal ini memberikan tekanan kepada para siswa, tekanan tinggi inilah yang memicu seorang siswa untuk menyontek.

· Andil Pengajar dan Pengawas

Pengajar, baik itu guru dan dosen, atau pihak sekolah dan fakultas, berfungsi sebagai pengawas. Masalahnya, kecurangan akademik ternyata juga ditemukan pada pengajar itu sendiri. Kasus pencurian naskah UN di SMU PGRI 4 Ngawi Jawa Timur menunjukkan bahwa pengajar juga dapat terlibat dalam kecurangan akademik. Jika ditilik lebih jauh, sekolah dan perguruan tinggi sebenarnya berkepentingan atas nilai peserta didiknya. Jika peserta didik memperoleh nilai bagus atau 100% lulus, maka akreditasi sekolah atau kampus meningkat. Sebaliknya, jika nilai jeblok maka akreditasi pun terancam anjlok. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa pengajar atau pengawas pun memiliki andil untuk mendorong para peserta didik dalam melakukan kecurangan.


Sumber:

Anderman, E.M, & Murdock, B.E. (2007). Psychology of academic cheating. USA: Elsevier Academic Press Publication.

McCabe, D.L., Trevino, L.K.,& Butterfield K,D,. Cheating in Academic Institutions:

A Decade of Research. Journal of Ethic & Behavior, 11(3), 219-232.

Mayoritas Siswa-Mahasiswa Menyontek (2007). Diambil tanggal 25 Oktober 2010 dari www.sfeduresearch.org